Kisah Jejak Dardanella, Teater Legendaris Pertama di Indonesia Asal Sidoarjo yang Terjebak Perang Dunia II

KOTA, InfoSidoarjo.com – Sejarah kesenian Sidoarjo ternyata menyimpan kisah yang mendunia. Kelompok teater Dardanella, yang lahir di Sidoarjo pada 21 Juni 1926, pernah menorehkan perjalanan panjang hingga ke Amerika Serikat. Namun, perang dunia membuat sebagian anggotanya terjebak di Chicago, jauh dari tanah air.

Tiga penari cantik Indonesia yang tercatat sebagai bagian dari rombongan itu adalah Devi Mimah, Devi Timah, dan Devi Wani. Mereka ikut tampil dalam tur internasional Dardanella pada 1943. Namun, nasib berkata lain. Saat perang berkecamuk, pintu kepulangan tertutup, dan mereka harus bertahan hidup di negeri asing.

Awalnya, ketiganya tampil di panggung-panggung teater, termasuk di Chicago. Tetapi kondisi perang memaksa mereka mencari jalan lain untuk menyambung hidup. Sejumlah catatan sejarah menyebut, mereka sempat bekerja di klub malam demi mendapat penghasilan. Dari panggung prestisius, hidup beralih ke perjuangan sehari-hari.

Ketua Dewan Kesenian Sidoarjo, Ribut Wijoto, menuturkan bahwa Dardanella memang punya perjalanan panjang sebelum akhirnya bubar di Amerika.

“Mereka bubar tahun 1938 di Amerika Serikat. Dardanella ini kelompok teater modern pertama di Indonesia. Mereka tampil di Surabaya, Batavia, hampir seluruh kota besar. Bahkan, tur ke luar negeri seperti Singapura, Malaysia, India, hingga terakhir ke Amerika,” jelas Ribut saat ditemui beberapa waktu lalu.

Menurutnya, para anggota yang terjebak di Amerika menghadapi beban berat. Biaya hidup tinggi membuat beberapa anggota akhirnya kembali ke Hindia Belanda. “Ada yang akhirnya pulang, tapi ada juga yang bertahan. Informasinya, sebagian yang bertahan di Amerika ini kemudian bergabung dengan Hollywood,” tambahnya.

Salah satu nama besar dari kelompok itu adalah Devi Dja. Ia bertahan di Amerika, meniti karier hingga ke industri hiburan. Devi Dja dikenal sebagi penari dan koreografer, bahkan menjadi pengajar tari hingga akhir hayatnya pada 1989. Sementara, Devi Wani baru dikabarkan meninggal dunia pada 2024.

Dardanella sendiri dikenang sebagai pelopor teater modern di Indonesia. Mereka membawa nuansa baru dalam seni pertunjukan, menampilkan drama realis dalam bahasa Melayu dan memadukan unsur musik serta tari. Dari Sidoarjo, nama mereka berkibar hingga lintas benua, sesuatu yang jarang terjadi pada masa kolonial.

Kisah tiga penari cantik asal Sidoarjo ini menunjukkan betapa seni dapat menjadi ruang bertahan hidup di tengah gejolak dunia. Dari panggung sandiwara yang glamor, mereka harus menghadapi kenyataan pahit perang. Namun, jejak mereka tetap menjadi bagian dari sejarah perjalanan seni Indonesia.

“Kalau kita menilik sejarah Dardanella, yang lahir di Sidoarjo, sebenarnya mereka membawa nama Indonesia ke panggung dunia jauh sebelum istilah itu populer. Meski terjebak perang, mereka tetap meninggalkan jejak seni yang penting,” pungkas Ribut.

Jejak Dardanella kini lebih dari sekadar kisah masa lalu. Ia menjadi warisan budaya yang menunjukkan bagaimana seniman Sidoarjo mampu menembus batas ruang dan waktu, sekaligus menjadi pengingat bahwa seni selalu menemukan cara untuk bertahan, bahkan di tengah peperangan. (*Red)