Keterangan: Badrus Zaman Pemerhati Pendidikan Sidoarjo
InfoSidoarjo — Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk tingkat SMP Negeri di Kabupaten Sidoarjo tahun ajaran 2025/2026 kembali disorot. Pemerhati pendidikan Badrus Zaman menyebut, praktik-praktik tak transparan dan dugaan perlakuan khusus terhadap siswa masih kerap terjadi.
“Data menunjukkan masih kuatnya indikasi nepotisme dalam proses penerimaan siswa baru. Ini menjadi persoalan serius yang perlu ditindaklanjuti,” ujar Badrus dalam diskusi pendidikan yang digelar di sebuah kafe di kawasan Kota Sidoarjo, Jumat (23/5/2025).
Mengutip hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badrus menjelaskan bahwa lebih dari 73 persen responden di Sidoarjo mengaku pernah menyaksikan atau mengalami praktik perlakuan khusus dalam proses penerimaan siswa baru.
“Angka ini jauh di atas rata-rata nasional yang berada di 59,54 persen. Ini bukan sekadar temuan biasa, tapi tanda bahwa praktik curang masih sangat sistemik,” ujarnya.
Kondisi ini, menurut Badrus, ikut menurunkan Indeks Integritas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo ke skor 71,88 atau level 2, yang dikategorikan sebagai integritas korektif.
Selain soal perlakuan khusus, ia juga menyoroti temuan sekitar 750 siswa yang diterima melalui jalur non-resmi pada tahun ajaran sebelumnya, dari total daya tampung SMP Negeri yang hanya sekitar 13.448 siswa.
“Pertambahan siswa ini harus ditelusuri. Apakah benar sesuai prosedur, atau justru masuk melalui jalur belakang?” katanya.
Menurut Badrus, mekanisme penerimaan yang berlaku saat ini—mulai dari jalur afirmasi, prestasi, hingga program khusus seperti LICI (Layanan Individual Cerdas Istimewa) dan KKO (Kelas Khusus Olahraga)—masih minim pengawasan publik.
“Transparansi menjadi titik lemah. Kita tidak tahu bagaimana proses seleksi berjalan, siapa yang menentukan, dan berdasarkan indikator apa. Ini berpotensi membuka ruang manipulasi,” ujarnya.
Ia juga menyoroti adanya sistem dua jalur (dual track) yang menurutnya justru menimbulkan ketimpangan baru di tengah semangat pemerataan pendidikan.
“Dengan mekanisme berbeda untuk jalur umum dan jalur khusus, akses pendidikan jadi tidak merata. Anak-anak dari keluarga biasa berpotensi kalah bersaing bukan karena prestasi, tapi karena sistem yang tidak setara,” tegasnya.
Badrus pun mendesak Dinas Pendidikan Sidoarjo untuk melakukan audit dan evaluasi total terhadap sistem SPMB, termasuk memperkuat aspek tata kelola dan pengawasan eksternal.
“Kalau tidak dilakukan reformasi sekarang, pendidikan kita akan terus diwarnai ketidakadilan dan kehilangan kepercayaan publik,” pungkasnya.((RED))