InfoSidoarjo – Puluhan siswa kelas I di dua sekolah dasar negeri di Kecamatan Porong, Sidoarjo, terancam harus pindah sekolah gara-gara tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Masalah ini muncul karena penerimaan siswa baru yang melebihi kuota resmi dari Kemendikdasmen RI.
Kasus ini terjadi di SDN Candipari 2 dan SDN Kesambi 1. Dari total 26 siswa yang bermasalah, 14 di antaranya berasal dari SDN Candipari 2 dan 12 lainnya dari SDN Kesambi 1. Mereka sudah menjalani proses belajar selama dua bulan, namun mendadak “dipaksa” keluar karena tidak masuk dalam sistem Dapodik akibat kelebihan rombongan belajar (Rombel).
Orang tua murid yang resah pun mengadu ke anggota DPRD Sidoarjo. Komisi D DPRD bahkan langsung turun tangan dengan mendatangi sekolah dan berjanji akan memanggil pihak terkait, mulai dari Dinas Pendidikan, pihak sekolah, hingga perwakilan wali murid.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, Bangun Winarso, menegaskan bahwa persoalan ini diduga terjadi akibat salah persepsi dalam penerapan aturan. “Setiap kelas maksimal diisi 28 siswa. Tapi di SDN Candipari 2 ada 42 siswa yang diterima, sehingga 14 di antaranya dikeluarkan. Seharusnya tidak begitu, masih ada solusi lain, yakni dengan membentuk kelas baru,” ujarnya.
Bangun memastikan pihaknya akan segera memanggil Dinas Pendidikan Sidoarjo untuk meminta penjelasan resmi. “Prinsipnya, siswa harus tetap bisa bersekolah dulu. Jangan sampai anak-anak jadi korban,” tegasnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Sidoarjo, Kasmuin, juga mendesak Pemkab Sidoarjo melalui Dinas Pendidikan segera bertindak cepat. “Solusi untuk keberlangsungan belajar para siswa ini harus segera diputuskan. Jangan sampai anak-anak kehilangan hak pendidikannya,” ujar Kasmuin, yang juga Direktur LSM Cepad.
Menurutnya, kasus overload rombel ini menunjukkan lemahnya sistem penerimaan siswa baru di tingkat sekolah. “Aturan kuota rombel sudah jelas sejak awal. Kalau baru ketahuan overload setelah belajar berjalan dua bulan, artinya sistem tidak berjalan semestinya,” kritiknya.
Kasmuin juga menyoroti dampak psikologis yang dialami para siswa. “Anak-anak ini sudah punya teman dan mulai beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Kalau tiba-tiba dipindah, jelas akan mengganggu psikis dan proses belajar mereka,” ungkapnya.
Ia menegaskan, kesalahan ini murni ada di pihak penyelenggara pendidikan. “Dinas Pendidikan dan sekolah harus bertanggung jawab. Kalau perlu diberi sanksi tegas agar kasus serupa tidak terulang lagi,” pungkasnya.((RED))